Dua hari ini sakit jadi gabisa post resep masakan. Di rumah pun cuma masak telor aja, hahahaha.. btw biar ga kosong, sedikit rada melenceng, saya mau cerita pengalaman keguguran saya 2 bulan yang lalu 😊 semoga bisa membantu ibu-ibu yang baru pertama kalo hamil tapi jauh dari orang tua (karena merantau).
Saya kira, dari kecil sampai dewasa, saya kira hamil itu mudah prosesnya, pasti lancar, dan keguguran adalah suatu yang tabu, saya pikir tidak akan terjadi kalau tidak ada faktor x seperti penyakit atau kecelakaan. Wkwkwk lugu banget mikirnya. Tapi kenyataannya, hamil itu syuliiiiitt prosesnya, hahahahaa.
Saya tahu hamil ketika umur kehamilan saya 6 minggu. Awalnya saya tes dengan tespack hasilnya negatif, mungkin karena bukan kencing pertama bangun tidur, dan saya pikir memang tidak hamil karena setelah menikah siklus menstrulasi saya berantakan, tespack hanya sekedar iseng aja, hahaha dan lagi saya merasa datang tanda-tanda mau menstrulasi, payudara kencang, kram perut, emosi labil, pusing seperti anemia, dll (tapi ternyata itu juga termasuk tanda-tanda kehamilan). Dua minggu kemudian saya coba tes lagi dengan tespack, pakai kencing pertama pagi hari, karena saya pikir tanda-tanda mens sudah ada tapi kok tidak keluar darahnya. Dan eng ing eeenggg... hasilnya positive, dan hari itu juga saya dan suami langsung capcus rumah sakit bukan memastikan lagi. Karena dokter kandungannya sudah full, saya ke bidan dan tes kehamilannya lewat laboratorium bukan usg. Dan hasilnya juga positive, detik itu juga saya mengklaim saya hamil dan kurang dari 9 bulan saya punya anak (tanpa khawatir apapun), hahahaha. Dan menurut tanggal terakhir saya mens, janin saya berusia 6 minggu.
Pagi nya saya ke dokter kandungan untuk usg melihat kondisi janin. Dan kenyataan pun dimulai dari sini, yang awalnya saya berpikir hamil itu mudaah, jadi berubah 180 derajat dengan asumsi asumsi kekhawatiran saya. Ketika di usgm dokter tidak menemjkan kantong kandungan saya, justru menemukan kista. Langsung degdeg an lah saya, karena saya orang awan berfikir kista itu berbahaya dan harus operasi. Tapi ternyata dokter menjelaskan kista nya kista tidak berbahaya, karena diameternya kurang dari 6 cm (punya saya kistanya diameter 3cm). Dokter menjelaskan bahwa kista tersebut bisa hilang sendiri, atau kalaupun tidak hilang, selama tidak tumbuh membesar, kista tidak akan membahayakan janin dan bisa diambil ketika melahirkan. Oke! Satu masalah terselesaikan, masalah yang terpenting menurut dokter adalah kantong janin yang tidak kelihatan. Dokter curiga apakah saya hamil diluar kandungan karena ketika rahim di usg tidak terlihat kantong janinnya (tambah degdeg an saya karena saya pernah baca hamil diluar kandungan bisa operasi untuk ambil janinnya, dan ada kemungkinan satu indung telurnya diambil), Saya sempat ditekan perut bagian atas rahim, dokter tanya, "sakit ga?" Saya jawab,"enggak", dan alhamdulillah artinya tidak ada hamil diluar kandungan, karena kata dokter kalau hamil diluar kandungan pasti akan sakit sekali jika ditekan rahim atasnya. Dan lanjut usg lagi, Ada satu titik yang dicurigai sebagai kantong janin, tapi dokter tidak berani mendiagnosis, disuruh kontrol 1 minggu lagi untuk memastikan. Dan dokter juga tidak yakin umur kandungan saya 6 minggu karena kantong janinnya saja belum kelihatan.
Nah selama satu minggu itu saya berdoa sama Allah untuk diberi kesempatan memiliki bayi ini, selalu berdoa, memohon-mohon, karena saya takut kalau saya justru sakit bukan hamil. Seminggu kemudian balik kontrol, ketika di usg, titik yang dicurigai kantong rahim tumbuh 2 cm, dan fix alhamdulillah dokter memastikan saya hamil. Kista ditubuh saya pun juga mengecil. Saya diberi resep folas (folamil) sebagai asupan selama hamil, dan disuruh kontrol 1 bulan lagi. Usia janin saya diperkirakan masuk 6 minggu (telat 1 minggu dari perkiraan), dan alhamdulillah saya tidak mabok.
Sebelumnya, beberapa teman saya juga hamil, dan mereka share bahwa mabok berat dimulai umur 4 minggu, nah saya sudah umur 6 minggu tapi tidak mabok, jadi saya pikir saya merdeka karena tidak melewati masa itu, hahahahaaaa tapi seminggu setelah kontrol, mulai lah mimpi buruk mabok. Dan saya mengalami mabok parah. Tidak ada makanan yang bisa ketelan, cium bau rempah, bau dapur, bau lauk, saya mual, jadi saya gabisa masak, boro-boro masak, keluar kamar aja saya gabisa, karena depan kamar saya itu dapur, jadi kalau mual saya ke kamar mandi sambil merem, hahahha. Saya dan suami sama-sama strees, karena kami tinggal diperantauan sendiri, saya tidak masuk makanan apapun, seharian saya lemes, tapi anehnya ini, setiap abis maghrib sampai jam 9 malam, mabok saya hilang, saya bisa ketawa-ketawa, loncat-loncat, mandi keluar kamar, bahkan jalan-jalan keluar rumah (tapi tetep kalau bau lauk jajanan dpinggir jalan saya langsung muntah). Jadi saya seharian tidak makan, dan jam abis maghrib saya makan sepuasnya, akibatnya saya kembung, dan kena magh. Sempat dibawa ke ugd karena ga tahan, seharian lapar, sekalinya makan kembung. Dan di ugd di tes lab, alhamdulillah hasilnya bagus, cuma ada indikasi infeksi saluran kencing tapi masih dalam batas normal dan hanya diberi antibiotik.
Selama mabok, saya diberi saran temen-temen yang berpengalaman hamil, dikasih saran ibu, buat nemu satu makanan yang cocok, disuruh coba singkong, mangga, dll tapi mental semua, sampai akhirnya makan roti dan alhamdulillah tidak dimuntahkan lagi. Dan semenjak itu makan roti. Tapi karena bosan saya cari alternatif lain, coba tahu dan ajaibnya suka (ajaibnya padahal saya sama sekali tidak suka tahu, hahaha).
Mabok parah ini kejadian sampai 2 minggu, 1 minggu terakhir sebelum kontrol maboknya jauuuuhh berkurang (mungkin pas ini janinnya sudah tidak ada).
Nah selama proses satu bulan menunggu kontrol ke dokter, saya terlalu banyak baca tentang perkembangan janin, dari situ juga saya berpikir "oh ternyata hamil itu ga mudah, 3 bulan pertama adalah masa krusial, karena masa pembentukan organ tubuh, salah salah bisa cacat", karena semakin banyak tau, saya jadi semakin stress, gimana kalau A, kalau B, dll. Setiap detik saya mikir ketakutan kalau janin tidak berkembang dengan seharusnya. Oiya, selama 1 minggu sebelum kontrol, perut saya kram seperti mau mens, sampai sampai ketika saya tidur saya keringat dingin nahan sakit, tapi saya masih bisa tahan sakitnya, dan saya pikir normal karena ketika saya tanya teman saya yang pernah hamil, dia pernah merasakan juga.
Dan tiba waktu yang ditunggu, kontrol. Dan sesuai perhitungan awal, seharusnya janin saya berumur 10 minggu. Sampai di RS saya di usg, kista semakin mengecil, cenderung hilang, janin tumbuh dan berbentuk, tapi tidak sesuai dengan umur perkiraan, yaitu 10 minggu, perkiraan jd mundur, umur janin 8 minggu bukan 10 minggu, dan di cek denyut jantung, tidak ada denyut jantung, disuruh kontrol 2 minggu lagi untuk memastikan dengut jantung. Disitu saya sama sekali tidak merasa khawatir, saya pikir hal yang normal, sama seperti ketika kantong janin yang tidak keliatan di awal kehamilan, saya pikir detak jantung 2 minggu lagi akan terdengar. Selesai usg sambil menunggu dokter menulis resep, bidan memeriksa tensi sambil tanya "gada pendarahan kah mba?", saya jawab "enggak", trus mba bidan bilang "kalau pendarahan langsung ke rumah sakit gausah nunggu kontrol berikutnya". Saya bilang ke mba bidan kalau pendarahan gada tapi perut sakit seperti kram, dan mba bidan dijawab gapapa kalau sakitnya masih bisa tahan (karena saya bisa tahan jadi saya pikir tidak jadi masalah).
Selama 2 minggu menunggu kontrol berikutnya, mual-mual saya 80% hilang, sudah bisa makan apapun, tapi tidak bisa cium bau lauk dan gabisa lihat gorengan. Selama 2 minggu itu pun 2 kali perut saya kram lagi, tapi tidak sesakit kemarin-kemarin, dan tidak ada pendarahan apapun.
Dua minggu kemudian saya kontrol, dan ketika di usg ukuran janin mengecil 0,3 cm, kista hilang, dan detak jantung tidak ada. Dokter langsung mendiagnosa janin meninggal, dan langsung memberi surat kuret. Bisa langsung kuret besok paginya. Saya dan suami kaget, karena tidak tau apapun, tidak curiga dengan apapun, tiba-tiba didiagnosis janin meninggal dan langsung bisa kuret besok pagi dengan persiapan puasa 8 jam, saya tanya kenapa dan kok bisa keguguran, beliau tidak bisa menjawab sebelum ada observasi-observasi. Saya dan suami langsung ke dokter lain untuk mencari second opinion. Dan di dokter lain jawabannya sama, janin sudah meninggal, saya tanya penyebabnya beliau bilang dari faktor bayi bukan ibu. Kaget sih, tapi langsung bisa legowo, "ya mau gimana lagi?", saya berpikir seperti itu kemarin. Saya justru lebih khawatir dengan proses kuret yang katanya sakit banget, lebih sakit dari melahirkan.
Esoknya saya langsung ke rumah sakit untuk proses kuret 😊 proses kuretnya saya ceritakan next ya 😀